Untung . . . . Yesus tidak hanya menjajakan surga!
Di pompa bensin banyak Sales Promotion Girl (SPG) yang cantik-cantik yang dengan sigap menjajakan dagangan. Kebanyakan mereka menjajakan minuman energi. Sayangnya seorang SPG selalu hanya menjajakan energy drink dari salah satu merek saja. Kalo dia adalah SPG Kratingdaeng, maka kepadanya jangan pernah minta M 150 atau Xtra Joss atau pun Kuku Bima. Apapun yang anda minta, penawaran dan jawabannya tetap produk yang sama.
Untung, Yesus tidak hanya menjajakan satu macam produk yaitu surga seperti anggapan banyak orang selama ini. Bacaan hari ini memberikan gambaran yang begitu jelas. Ketika seorang tuli dan gagap datang kepada Yesus memohon kesembuhan, Dia tidak serta merta menjawab, “Ah saudaraku, buat apa mendengar, buat apa pula bisa berbicara. Kamu tak kasih surga saja ya!” Pasti menjadi sangat lucu dan menyebalkan kalau kita meminta kesembuhan dan Yesus memberi surga, atau saat kita memohon pekerjaan Dia pun menawarkan surga, juga bila kita mengharapkan uang dan tetap surga juga yang dijanjikannya. Tidak. Tidak demikian. Si tuli dan gagap toh diberinya sesuai kebutuhannya untuk melanjutkan hidup sejahtera di dunia ini.
Jadi Yesus tidak hanya peduli tentang surga, tetapi Ia sungguh mau tahu penderitaan si tuli dan gagap dan Ia melihat bahwa penyembuhanlah yang relevan baginya saat itu. Dia juga sangat peduli dengan situasi nyata yang kita hadapi dan permohonan kita yang tumbuh dari situasi itu. Ia tidak sekedar mempromosikan surga sebagai bentuk kesejahteraan akherat melainkan juga mempromosikan kesejahteraan di dunia. Begitulah, Ia bahkan mengajak kita memohon, mempromosikan dan mengusahakan agar kesejahteraan yang merupakan kehendak Allah itu datanglah dan jadilah di atas bumi seperti di dalam surga.
Banyak salah paham sering terjadi di antara para pengikut Yesus. Seakan-akan Yesus itu hanya spesialis menawarkan surga. Seperti juga agama sampai hari ini lebih banyak dihayati secara utopis sebagai sebuah “jalan menuju surga” semata. Sedikit yang menangkap bahwa Yesus memaksudkan karyaNya – dan berikut Gereja sebagai persekututan murid-muridNya – juga untuk mewujudkan kesejahteraan di bumi ini dalam bentuk-bentuk yang nyata: si buta melihat, si tuli mendengar, si lumpuh berjalan, si miskin berkelimpahan, si lapar kenyang, dan seterusnya.
Dari sini kita bisa melihat bahwa kemuridan Yesus pun bukan sekedar jalan egois untuk memperoleh surga melainkan juga merupakan jalan untuk bersama-sama mewujudkan kesejahteraan di atas bumi. Demikian juga agama bukan sekedar persiapan untuk hidup akhirat tetapi juga merupakan jalan untuk mewujudkan kesejahteraan di tengah dunia. Kurangnya kesadaran akan hal ini menyebabkan banyak orang beragama juga banyak umat kristiani tidak peduli terhadap keprihatinan dunia yang nyata dan lalu tidak begitu berminat untuk melibatkan diri dalam karya-karya transformatif.
Kecenderungan tersebut tampak dalam berbagai gejala.

Pewartaan gereja tentang keadilan, kekerasan, kesetaraan gender dan kelestarian lingkungan hidup, misalnya, masih sering ditanggapi dengan apatis seakan terlalu mengada-ada dan lepas dari pewartaan ijil. “Kotbahlah tentang doa, kesalehan hidup dan surga-neraka, tetapi jangan tentang yang lain.”, mungkin terkesan begitu. Lebih nyata lagi kalau kita melihat betapa ajaran sosial Gereja dan karya pengembangan sosial-ekonomi yang dipromosikan Gereja sejak dahulu, hingga hari ini di banyak tempat masih dingin-dingin saja. Maka cita-cita bahwa Gereja merupakan penerus karya Yesus untuk menghadirkan kesejahteraan di bumi juga kurang begitu terasa. Agama dan Gereja menjadi hanya berguna untuk memperoleh surga tapi tidak relevan untuk hidup di dunia.
Kalau menengok sekilas karya Gereja pada awal kedatangannya di tengah kita, ada gambaran yang mestinya dapat membantu kita. Di negeri kita toh Gereja tidak pertama-tama dikenal sebagai jalan terbaik menuju surga dibandingkan jalan yang ditawarkan agama-agama lain. Dengan begitu sederhana Gereja dikenal dari rumah sakit yang memberi pelayanan istimewa, dari sekolah yang bermutu, dari asrama dan panti asuhan yang penuh cinta kasih dan bahkan dari pembagian bulgur yang ceritanya masih kita dengar sampai hari ini. Gambaran gereja seperti itu bagi banyak orang hadir lebih nyata, memberi harapan bagi yang sakit untuk beroleh kesembuhan, memberi jalan bagi yang bodoh untuk berkembang maju, memberi ruang bagi yang terlantar untuk mersakan kasih sayang dan mengulur hidup mereka yang lapar. Dalam kehadiran yang demikianlah Gereja dirasakan kehadirannya sebagai kelanjutan karya Yesus yang mepromosikan kesejahteraan di bumi.
Jadi, bagaimana wajah Gereja kita sekarang ini? Gereja Keuskupan Agung Semarang dengan ARDAS-nya mempromosikan persahabatan dengan Allah, keluhuran martabat manusia dan kelestarian seluruh ciptaan. Anda mau ikut ndak?
myheart_tone@yahoo.co.id